Gefreiter Heinrich "Hein" Severloh (1923-2006), "Si Buas Dari Omaha" Yang Membantai Pasukan Amerika di Normandia

Gefreiter Hein Severloh

"Sebenarnya tak ada kejayaan sama sekali di pantai pada hari itu... hanya begitu banyak darah, teriakan, dan nyawa-nyawa melayang dari jiwa-jiwa muda." - Hein Severloh

Heinrich "Hein" Severloh dilahirkan tanggal 23 Juni 1923 dari keluarga petani di Metzingen (sekarang bernama Eldingen) yang terletak di padang rumput Lüneburg di utara Jerman, dekat dengan kota kecil bernama Celle.

Severloh masuk menjadi tentara Jerman tanggal 23 Juli 1942 di usianya yang ke-19 tahun. Dia ditempatkan di Divisi Artileri Ringan Cadangan ke-19 di Hannover-Bothfeld. Tanggal 9 Agustus dia dipindahkan ke Prancis dan bergabung dengan Baterai ke-3 dari Artillerie-Regiment 321, dimana dia dilatih sebagai kurir pembawa pesan. Pada saat pendaratan tentara Inggris dan Kanada yang gagal di Dieppe tahun 1942 dia ikut hadir tapi tidak ikut beraksi. 

Bulan Desember 1942 Severloh dikirim ke Front Timur dimana dia ditempatkan di bagian belakang divisinya sebagai supir kereta salju. Sebagai hukuman atas salah satu komentarnya yang dianggap tidak pantas, Severloh dipaksa untuk melakukan kerja fisik di luar batas yang membuatnya menderita gangguan kesehatan permanen sepanjang sisa hidupnya. Dampak langsungnya adalah perawatan di rumah sakit selama enam bulan, yang berlangsung sampai dengan bulan Juni 1943. Setelah keluar dari rumah sakit, dia diperbolehkan untuk cuti dulu selama beberapa minggu di kampung halamannya (yang sebagian disebabkan oleh kekurangan orang parah yang dialami Jerman untuk menggarap panen di tanah-tanah pertanian negara tersebut). 

Pada bulan Oktober 1943 Severloh dikirim untuk menjalani pelatihan perwira yunior di Braunschweig. Tapi kemudian unitnya ditransfer ke Prancis setelah menderita korban yang besar dalam peperangan di Front Timur, sehingga Severloh pun dipaksa untuk menghentikan pelatihannya yang masih berlangsung dan ikut ke negaranya Napoleon untuk bergabung kembali dengan unitnya. Pada bulan Desember akhirnya dia bertemu kembali dengan rekan-rekan seperjuangannya, sementara unitnya sendiri kini berganti nama menjadi 352. Infanterie-Division dan ditempatkan di Normandia. Masa tugas Severloh sendiri berakhir tanggal 7 Juni 1944 ketika dia menjadi tawanan perang Amerika.

Tempat dimana Severloh menjalani misi terakhirnya sebagai prajurit Jerman sebelum ditawan adalah sebuah lokasi pertahanan yang tidak terlalu besar yang dikenal dengan nama "Widerstandsnest 62" (sarang perlawanan 62). Di tengah ketiadaan garis pertahanan yang kuat, "sarang-sarang perlawanan" semacam itu telah dibangun begitu banyaknya di sepanjang Pantai Atlantik dan ditandai dengan nomor-nomor yang berurutan. Masing-masing dilengkapi oleh radio dan telepon untuk kepentingan komunikasi antar lokasi pertahanan, dan sebagian besarnya juga masih dalam jarak pandangan mata satu sama lainnya. karena itulah prajurit yang bertugas sebagai penembak senapan mesin di salah satu lokasi pertahanan dapat saling berkoordinasi dengan mudahnya dengan rekannya yang lain.

Berdasarkan keterangan dari Severloh sendiri, pada saat pasukan Amerika mendarat di Normandia hanya terdapat dua atau tiga Widerstandsnest aktif yang dilengkapi dengan senapan mesin di area tempat dia bertugas. Dia dan Franz Gockel (19 tahun) yang berposisi di dekatnya dilengkapi pula dengan senapan mesin. Severloh juga mengklaim bahwa saat itu hanya terdapat sekitar 30 orang prajurit yang mempertahankan pantai. Kenyataannya, di Widerstandsnest 62 saja terdapat 19 orang. Holderfield menerangkan bahwa pertahanan pantai Omaha terdiri dari 8 bunker beton kokoh yang menyimpan artileri segede peler raksasa berkaliber 75mm atau malah lebih besar lagi, juga 35 kubah kecil yang dipersenjatai oleh senapan mesin atau artileri, 18 senjata anti-tank, 6 lubang mortir, 35 tempat peluncuran roket dan 85 sarang senapan mesin! Jumlah yang begitu besarnya membuat klaim 30 orang anggota pertahanan yang diklaim oleh Severloh menjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Para prajurit GI Amerika yang menyerang sebenarnya berada dalam posisi taktis yang lemah saat mereka keluar dari kendaraan pengangkut dan mendekati pantai. Antara tepi air dan bukit tanah terdapat hamparan pasir yang sangat lebar dan datar, sehingga tak menyisakan tempat untuk berlindung. Bombardir awal Sekutu terhadap posisi pertahanan Jerman di Omaha yang mengawali serangan ternyata tidak membawa hasil yang dapat diharapkan. Garis pertahanan Severloh sendiri sama sekali tak tersentuh dan melingkup area pantai yang dikenal dengan nama Easy Red dan Fox Green.

Severloh ditugaskan sebagai runner untuk Oberleutnant Bernhard Frerking, dan kebanyakan tugas sehari-harinya adalah mengorganisasi mentega dan telur dari petani setempat (yang bersikap bersahabat kepadanya karena kemudaan usianya dan latar belakang petaninya). Sementara Frerking sibuk mengkoordinasikan tembakan artileri baterainya dari sebuah bunker, Severloh sendiri ditugasi untuk menangani sebuah senapan mesin MG42. Dia memuntahkan peluru ke arah gelombang serangan pasukan Amerika dari senapan mesinnya plus dua buah senapan Karabiner 98k, sementara para kameradnya secara terus menerus menyediakan peluru untuk dipakainya. Ketika jam menunjukkan pukul tiga di sore hari, Severloh telah menembakkan tidak kurang dari 12.000 round peluru untuk senapan mesinnya dan 400 round untuk dua senapannya! Dalam otobiografi yang dibuatnya setelah perang, dia mengklaim bahwa semua pelor yang telah dimuntahkan dari moncong senjatanya telah memakan korban tidak kurang dari 2000-2500 prajurit Amerika yang tewas dan terluka! Ini adalah sebuah perkiraan kasar yang kebenarannya diragukan, karena total korban Amerika di Pantai Omaha sendiri mencapai 3000 orang lebih. Apakah mungkin sebagian besarnya diakibatkan hanya oleh Severloh seorang?
Disinilah lokasi tempat Hein Severloh "menyebarkan maut" ke arah pasukan Amerika yang mendarat di pantai.
Foto ini dibuat tak lama setelah Sekutu berhasil menguasai Pantai Omaha.
Terlihat di latar belakang begitu banyak kapal pendarat lengkap dengan balon pengawas

Pasukan GI yang terdesak akhirnya menemukan sebuah celah sempit antara Widerstandsnest 62 dan Widerstandsnest 64 (tepat di bawah lokasi yang kini menjadi kuburan tentara Amerika) sehingga pada akhirnya mampu menyerang Widerstandsnest 62 dari belakang. Saat ini bunker observasi Oberleutnant Frerking bersama Widerstandsnest 62 masih tetap berdiri kokoh dan dapat dikunjungi di pantai di dekat Colleville. Lubang perlindungannya sendiri masih bisa terlihat apabila kita cari dengan teliti.

Severloh sendiri hanya mengalami luka ringan pada wajahnya dalam pertempuran di Pantai Omaha. Dia mundur bersama seorang prajurit Wehrmacht ke sebuah desa yang berdekatan di Colleville, dan tertangkap oleh tentara Amerika ketika sedang mengawal tawanan Amerika dari lubang perlindungan ke tempat pengumpulan tawanan milik Jerman.

Salah seorang prajurit Amerika yang selamat dari pembantaian di Pantai Omaha adalah David Silva. Dia terluka parah dalam pertempuran itu, kemungkinan besar diakibatkan oleh tembakan Severloh, dan kemudian setelah perang bertemu kembali dengan orang yang berusaha membunuhnya! Ceritanya, pada tahun 1960 Severloh menemukan nama David Silva di sebuah buku yang bercerita tentang invasi Normandia berjudul "The Longest Day". Dia lalu berkeinginan untuk bertemu dengan orang yang kemungkinan besar telah ditembaknya, sehingga dia lalu menulis sebuah surat yang dialamatkan ke Silva. Beberapa bulan kemudian, Severloh menemukan bahwa Silva telah aktif kembali di Angkatan Darat Amerika sebagai pendeta militer dan ditempatkan di Karlsruhe, Jerman. Disanalah mereka bertemu kembali untuk pertama kalinya setelah perang. Severloh pernah bertanya kepadanya tentang bagaimanakah sampai dia menjadi seorang pendeta, dan jawaban Silva adalah: "Di waktu ketika aku harus keluar dari perahu pendarat dan terjebak dalam tembakan senapan mesinmu, aku menangis berdoa pada Tuhan agar dapat menyelamatkanku dan membuatku keluar dari neraka ini hidup-hidup. Aku bersumpah akan menjadi seorang pendeta sehingga bisa menolong prajurit lainnya." Setelah kemudian selamat, Silva menepati sumpahnya dan ditunjuk menjadi pendeta tentara. Kedua orang yang pada awalnya menjadi musuh karena keadaan, kini menjadi sahabat dekat, dan pada acara reuni akbar Sekutu tahun 2005 yang dihelat di Normandia, Severloh dan Silva bertemu kembali untuk ketiga kalinya. Berdasarkan penuturan seorang saksi mata, kedua orang aki-aki veteran tersebut tampak bagaikan "sahabat yang sangat lengket". Dan memang begitulah keadaannya! Di waktu antara pertemuan pertama mereka setelah perang sampai dengan kematian Severloh, keduanya rutin berkorespondensi melalui surat satu sama lain. Saat ini Silva masih hidup dan tinggal di Cleveland (Ohio) sebagai seorang pendeta dan telah menziarahi makam Severloh lebih dari sekali...

Severloh sendiri dilepaskan dari kamp tawanan perang tahun 1947. Pada awalnya dia dikirim sebagai tawanan ke Boston, Amerika Serikat, dimana dia ditahan disana sampai dengan bulan Mei 1946. Desember tahun itu dia dikirim ke Bedfordshire di Inggris untuk membantu pengerjaan jalan-jalan raya. Severloh dibebaskan setelah berkali-kali permohonan ke pihak berwenang Inggris dari ayahnya yang sudah tua, yang mengatakan bahwa tenaga Severloh dibutuhkan di pertanian yang dimiliki oleh keluarganya.

Severloh mendapat julukan sebagai "The Beast of Omaha Beach" (Si Buas dari Pantai Omaha) karena begitu besarnya jumlah pasukan Amerika yang mati dan terluka di tangannya. Hein Severloh meninggal dunia tanggal 14 Januari 2006 di Lachendorf di dekat tempat kelahirannya, Metzingen.

Tambahan:
Severloh bukannya tidak menyesali apa yang telah diperbuatnya di hari yang menentukan tanggal 6 Juni 1944 itu. Berkali-kali dia kembali ke pantai tempatnya pernah bertugas, hanya untuk memanjaatkan doa pribadi bagi nyawa-nyawa yang telah melayang di tangannya.

Untuk gambaran lengkap mengenai apa yang terjadi di hari itu, tentunya tak ada orang yang lebih baik untuk menceritakannya selain Severloh sendiri bukan? 

"Aku masih ingat orang pertama yang mati di tanganku. Dia baru saja keluar dari kendaraan pengangkutnya dan sedang mencari-cari tempat untuk berlindung. Aku menembaknya tepat di kepalanya, dan helmnya pun terpental kembali ke lautan. Lalu dia jatuh. Aku tahu dia telah mati. Apa lagi yang harus kulakukan? Mereka atau aku. Itulah yang aku pikirkan."

"Hanya ada 30 orang di antara kami, dan semuanya mempunyai satu pikiran di kepalanya: apakah kami akan keluar dari sini hidup-hidup?"

"Aku tidak ingin berada di perang ini. Aku tidak ingin berada di Prancis. Aku tidak ingin menembakkan senapan mesinku ke arah pemuda-pemuda yang masih seumuran denganku. Tapi disinilah kami, menjalani sebuah peperangan yang sudah pasti berakhir dengan kekalahan dan patuh mengikuti perintah dari Oberleutnant kami - untuk mulai menembak tak lama setelah air berada setinggi lutut mereka."

"Aku mulai menembak pada pukul 5 pagi hari... dan tetap menembakkannya sembilan jam kemudian. Tidak ada kepanikan atau kebencian. Kami melakukan apa yang memang harus kami lakukan karena yakin bahwa mereka pun akan melakukannya apabila diberikan kesempatan."

"Pada awalnya tumpukan mayat itu berada 500 meter jauhnya, kemudian menjadi 400, kemudian 150. Darah dimana-mana, juga teriakan, manusia yang mati dan sekarat. Gelombang ombak membawa banyak mayat kembali ke lautan."

"Terdapat waktu istirahat sebentar ketika perahu pendarat yang selanjutnya belum mendarat, dan aku dapat mendinginkan senapan mesinku."

"Aku tahu bahwa beberapa kameradku telah pergi melarikan diri, tapi aku mempunyai bayangan buruk akan diketahui oleh atasanku dan diajukan ke mahkamah militer sehingga aku memutuskan untuk tetap diam di pos tempatku bertugas."

"Di awal siang aku baru menyadari bahwa aku adalah orang terakhir yang masih menembak. Aku dapat melihat tank-tank musuh bermanuver di pantai dan aku tahu bahwa aku tak dapat menahan mereka seorang diri lebih lama lagi."

"Kemudian aku mendengar sebuah perintah diteriakkan oleh Oberleutnant Frerking - orang yang baik dan, di usia 32 tahun, telah menjadi veteran - bahwa kami harus mundur dari medan pertempuran."

"Aku lari dari satu lubang bekas bom ke lubang lainnya di belakang kompleks bunker kami. Aku menunggu tapi dia tak pernah datang."

"Aku mengunjungi makamnya di Normandia sepuluh tahun setelah perang. Dia tertembak di kepalanya ketika sedang berusaha mengikutiku. Malam itu juga aku ditawan oleh pasukan Amerika. Aku tidak berpikir akan selamat sekiranya aku ditangkap di pos tempatku bertugas."

"Mereka tahu apa yang telah aku lakukan pada teman-teman mereka. Aku yakin pasukan pendarat pertama itu tak akan memberiku ampun sekiranya aku tertangkap oleh mereka."

"Aku mengatakan kepada David (Silva) akan mimpi-mimpi yang berulangkali kualami tentang dua orang di hari itu - orang Amerika pertama yang kubunuh dan Oberleutnant Frerking. Kenangan itu membuatku menangis."

"Sebenarnya tak ada kejayaan sama sekali di pantai pada hari itu... hanya begitu banyak darah, teriakan, dan nyawa-nyawa melayang dari jiwa-jiwa muda."

Sumber :
Foto koleksi pribadi Heinrich Severloh
www.de.academic.ru
www.en.wikipedia.org
www.forum.axishistory.com
www.gr916.co.uk
www.normandie-1944.over-blog.com
www.omahabeach.vierville.free.fr
www.panzergrenadier.net
www.wehrmacht-awards.com